Wheezy, Perangkat Penolong Penderita Asma
VIVANews - Pengalaman membuat seorang penderita asma, Chris Striffler, bertekad agar bisa keluar dari penyakit pernafasan itu.
Pada awal tahun lalu, Striffler pernah menderita saat tiba-tiba
serangan asma menyerang dirinya. Ia butuh waktu dua jam untuk menempuh
jarak 30 mil menuju rumah sakit. Selama perjalanan, ia merasakan
perjuangan melawan hidupnya, meski akhirnya ia bisa sampai dan langsung
dirawat.
Selama memulihkan penyakitnya, Stiffler tak tinggal diam. Ia
tercetus ide membuat aplikasi, atau alat bantu yang bisa memprediksi
datangnya serangan asma. Setidaknya, dilansir Readwrite, Senin 16 Juni 2014, cara ini bisa meringankan deritanya.
Ia kemudian muncul ide untuk membuat sebuah perangkat bernama
Wheezy, perangkat keras yang dapat mengotomatisasi proses dan memberikan
peringatan serangan asma di masa datang.
Awalnya, Stiffler mengembangkan perangkat itu untuk keperluannya secara pribadi.
Ia ingin beralih dengan teknik perawatan yang lebih baik. Sebab,
selama ini perawatan asma hanya fokus pada upaya menghindari pemicu asma
seperti asap rokok, mengonsumsi obat-obatan yang dapat mengendurkan
saluran bronkial, dan melacak perubahan pola pernafasan dengan
menggunakan tabung tertentu.
Namun, perawatan itu dinilai terlalu rumit. Penderita harus
bernafas ke dalam tabung melekat pada spirometer, perangkat yang
mengukur volume udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru.
Beberapa aplikasi mobile saat ini memang sudah membuat pasien lebih
leluasa, melacak informasi pernafasan mereka. Namun, cara itu masih
harus memasukkan data secara manual.
Kawinkan dengan Smartphone
Nah, dengan ide Wheezy-nya itu, Stiffler ingin menyederhanakan
proses, misalnya melacak data pasien sehingga mempercepat dokter
memperingatkan pasien atas serangan asma.
Wheezy merupakan perangkat kecil, seperti power bank dengan model
berwarna-warni. Perangkat itu dihubungkan dengan lubang jack headphone
ponsel pintar. Pasien kemudian bernafas ke ujung yang lain dan sebuah
aplikasi yang terkait mencatat data spirometri.
Menariknya, aplikasi Wheezy memungkinkan menarik data relevan dari
sumber lain, yang meliputi kondisi lingkungan untuk tidur penderita dan
pola latihan yang diperoleh dari aplikasi fitnes.
Dalam mewujudkan ide perangkat bantu itu, Stiffler meminta bantuan
Gangplank, ruang kerja kolaboratif di Arizona, Amerika Serikat, yang
bekerja sama dengan programmer, untuk menciptakan prototipe pertama.
Setelah beberapa malam dikembangkan, Stiffler mendapatkan prototipe
perangkat sudah cukup layak. Akhirnya, model awal itu akan bisa
diajukan ke perusahaan Vicinity Heath, perusahaan start up yang
didirikan untuk membantu orang yang berurusan dengan problem
pernafasan.
Stiffler kemudian membawa prototipe perangkat itu ke Scott Schrake,
profesor teknik Arizona State University dan Brian Straub, Seorang
apoteker lokal. Perusahaan start up itu juga menerima Iron yard, program
akselerator di South Carolina yang bekerjasama dengan Mayo Clinic.
Hasil kolaborasi itu dijadwalkan akan melahirkan 100 perangkat
Wheezy untuk uji beta. Direncanakan jika bisa resmi, perangkat itu akan
dibanderol dengan US$79-99, plus layanan aplikasi berlangganan US$9
per bulan.
Keburu Meninggal
Sayangnya, rencana brilian itu tak sempat dinikmati Stiffler. Ia telah meninggal dunia sebelum Wheezy resmi diluncurkan.
Rencana rilis perangkat ditahan. Namun, Shrake dan Straub bertekad
melanjutkan visi Stiffler, untuk menolong pasien asma di masa depan.
Shrake pun mengungkapkan, antusiasme Stiffler atas perangkat bantu itu, pada pesan sebelum ia meninggal.
"Pesan terakhirnya kepada saya yaitu 'Bayangkan, tiga bulan dari
sekarang kita akan melemparkan wheezy pada Health 2.0," tutur Shrake.
Stiffler meninggalkan seorang istri dan kedua anaknya.
Asma telah menjadi problem yang menghantui 25 juta warga AS.
Disebutkan, sembilan orang meninggal tiap hari karena serangan asma.
Visi Stiffler itu tampaknya menemukan konteksnya meski ia awalnya ingin
menggunakan Wheezy untuk dirinya pribadi.
"Suami saya akan sangat senang jika Wheezy akan membantu siapa pun,
bahkan hanya untuk satu orang. Dan, akhirnya pasien asma tak takut
lagi," kata istri Stiffler, Sandu Wu. (asp)
http://www.umm.ac.id/id/berita-ilmiah-umm-325-wheezy-perangkat-penolong-penderita-asma.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar